Ibu dua anak ini tak terima dihinakan mantan kekasihnya di depan umum. Dengan kondisi kesakitan karena terus dihajar, ia berusaha melawan. Sangkur yang dibawa mantan kekasihnya itu pun makan tuannya. Hari masih gelap, tiba-tiba Nila Fitria (26) yang tengah berada di dalam kamar kosnya di Jl. Dukuh Kupang Barat, Surabaya mendengar pintu kamarnya diketuk eseorang. Nila yang tengah sendirian di dalam kamar sudah menduga, yang mengetuk pintu adalah M. Agus Hariyanto. Sengaja ia tidak segera membuka pintu. Akibatnya, Agus yang bertugas di TNI AL dengan pangkat Kelasi Kepala marah. “Kalau tidak kamu buka, pintu ini akan saya jebol dengan sangkur,” cerita Nila Fitria menirukan ancaman Agus.
Dengan perasaan berdebar, dengan terpaksa Nila membuka pintu. Setelah berhasil masuk, lelaki bertubuh tinggi besar dengan bau alkohol di mulut nyerocos bicara kepadanya. Dalam percakapan itu, intinya ia meminta Nila kembali berhubungan kepadanya, ”Tentu saja saya tidak mau karena saya sudah berkeluarga,” kata wanita berwajah manis ini.
Agus yang bertempat tinggal di Jl. Sepanjang Tani, Taman, Sidoarjo, tersebut semakin kalap. Ia menghajar wajah Nila bertubi-tubi. Ibu dua anak bertubuh mungil ini sempat beberapa kali terjatuh di dalam kamar kos yang sempit. Tak puas dengan tangan, Agus mengeluarkan sangkur dari balik bajunya. Sebisanya Nila berusaha merebut sangkur, tapi tidak berhasil. “Akibatnya, sangkur itu mengenai dua jari tangan kiri saya,” kata Nila sambil menunjukkan kedua jarinya yang masih terbungkus verban setelah dijahit.
Melihat Nila mengadakan perlawanan Agus yang masih lajang itu makin kalap. Agus menyeret tubuh Nila keluar kamar. Kembali ia menghajar wajah Nila bertubi-tubi. “Rasanya, saya tidak bakal hidup lagi,”papar Nila menceritakan tragedi memilukan itu.
Menurut Nila di depan polisi maupun kesaksian tetangga Nila, ia diseret hingga bagian lengannya lebam-lebam. “Ini bekas lukanya,” kata Nila sambil menunjukkan kulit bekas luka di pangkal lengan kirinya. Nila yang saat ditemui NOVA Sabtu (27/10) tengah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya, mengungkapkan, Agus makin membabi buta. Pangkal lengannya dicengkeram dan dihempaskan sampai beberapa kali membentur tembok rumah kos. Meski ia menangis kesakitan, mantan kekasihnya itu tidak iba. Bahkan, rambut Nila yang panjangnya sebahu itu dijambak. Dan, membenturkan kepalanya ke tembok. “Muka dan kepala saya kemarin benar-benar bonyok. Kulit kepala kalau dipegang lembek, seperti ada gumpalan darah,” ucap Nila.
Penganiayaan ini sempat diredakan tetangga Nila, antara lain Ngatemin dan Mulyono. Sejenak memang damai. Setelah para tetangga kembali masuk rumah, lanjut Nila, Agus kembali brutal. Pakaian Nila bagian atas yang sudah koyak, kembali ditarik Agus. Bahkan, Agus kembali menyeret Nila ke jalan umum. Agus juga menarik seluruh pakaian atasannya. ”Itu yang saya benar-benar tidak bisa terima. Betapa malunya saya ditelanjangi dan di seret-seret di jalanan. Dia memang ingin membuat saya malu di depan orang banyak,” kata Nila dengan mata menerawang ke langit-langit kamar rumah sakit. Didera rasa sakit dan malu karena dihinakan, Nila mengaku seolah mendapat kekuatan untuk melawan. Ketika tangan kiri dipegang dan dipontang-pantingkan dengan tubuh atas tak pakai busana, Nila berusaha berontak. Ia berhasil merebut sangkur yang terselit di pinggang Agus. Dengan cepat pula Nila menancapkan tepat mengenai ulu hati Agus. Beberapa menit kemudian, Agus meninggal di tempat. Nila sendiri segera lari masuk kamar, yang berjarak 50 meter dari tempat kejadian.
PINDAH TUJUH KALI
Didampingi kuasa hukumnya Atet Sumanto, SH, dari Biro Bantuan HukumUniversitas Wijaya Kusuma (BBH UWK) Surabaya, Nila tertunduk lesu. Ia menceritakan hubungannya dengan Agus yang bagaikan lakon sinetron. Nila kenal Agus sekitar tahun 2002 di kawasan hiburan malam di Jl. Tunjungan Plasa Surabaya. Perkenalan itu membuat mereka memadu kasih. Belakangan Nila tahu, ”Dia tidak serius. Bahkan, Agus selaau plin-plan kalau diajak menuju perkawinan.”Akhirnya, setelah sembilan bulan pacaran, Nila meninggalkan Agus. Nila bertemu dengan Zamroni. ”Lalu, kami menikah. Saya memilih Mas Roni karena dia lebih bertanggungjawab,” ujarnya.
Mengetahui Nila menikah, Agus jadi murka. Sejak itu, kehidupan pribadi Nila tidak tenang. Nila berusaha menghindari Agus dengan beberapa kali pindah rumah kontrakan. Yang membuat Nila frustrasi, Agus selalu menemukan tempat tinggalnya. Sebenarnya, oleh mertuanya Nila dibelikan rumah sekaligus usaha bahan bangunan. ”Tapi, saya terpaksa harus pindah ke tempat kos karena Agus berhasil menemukan rumah saya dan membuka aib saya di tetangga sekitar rumah,” papar Nila yang sudah tujuh kali pindah. ”Saya heran, dia selalu berhasil menemukan saya.”Agus juga tak segan berhadapan dengan suami Nila. Hari itu sebelum kejadian, Agus sempat menemui Nila dan suaminya. ”Saat itu, ia melempar sangkur di depan kami. Sungguh rumah tangga kami dibuat tak tenang,” tambahnya. ”Terang-terangan dia bilang tidak terima karena Zamroni merebut saya.”
Sama sekali Nila tak berharap, kisahnya berakhir begitu tragis. Sangkur Agus telah makan tuannya sendiri. Nila pun harus jadi tersangka. ”Saya berharap ini adalah peristiwa buruk terakhir dalam hidup saya. Kelak saya ingin menata hidup dengan baik dan tenang,” ujar Nila yang berharap tidak mendapat hukuman berat.
(Nova, 12 November 2007)